Gawalise, 2020
Bersama dua orang saudara di Mapala Santigi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako. Tian dan Fahri, mereka adalah patner pendakian saya kali ini. Tian adalah angkatan saya di Mapala Santigi, kami angkatan xxiv, sementara Fahri angkatan xxii yang merupakan senior saya di Mapala Santigi. Kami melakukan pendakian di Gunung Gawalise pada 12-15 juni 2020. Dengan memulai perjalanan pendakian dari Dusun Salena, Kelurahan Buluri, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu. Beruntung Mapala Santigi mempunyai jalur alternatif untuk melakukan pendakian di gunung gawalise. Sebab, jalur umum pendakian gunung gawalise ditutup rapat oleh masyarakat setempat, entahlah penyebabnya apa, belum ada penjelasan yang benar-benar jelas.
Kenapa kami melakukan pendakian di masa pandemi ? pasti banyak yang bertanya-tanya kok bisa yaa dalam situasi dan kondisi seperti ini kami masih bisa untuk melakukan bepergian kemping di gunung yang sudah pasti akan bertemu orang-orang yang ada di kaki gunung, padahal kami kan dari tengah Kota yang penuh dengan lebih banyak kerumunan orang banyak. Nah.. justru kami sudah fikirkan sebelumnya, kami sudah memastikan terlebih dulu kesehatan juga kebersihan kami sebelum memasuki wilayah yang hanya sedikit penduduknya itu. Tak ada yang akan tega menyebarkan dengan sengaja penyakit kepada sesama umat-Nya. Kami melakukan pendakian juga tetap dalam protokol kesehatan kok. Kami malah berfikir beberapa hari di hutan lebih aman dibanding sejam berada didalam pusat perbelanjaan. Apalagi selama dalam perjalanan pendakian tidak ada siapapun didalam hutan selain kami bertiga. Jadi sedikit kemungkinan dan bahkan tidak ada kemungkinan untuk tertular ataupun menularkan virus yang sedang merajalela ini. Yang pada intinya kita sama-sama jaga diri dan tidak saling merugikan.
Jumat pagi kami melakukan perizinan pendakian kepada bapak Dusun Salena, dengan ramah kedatangan kami disambut baik oleh si bapak. Guna kelancaran perjalanan alangkah baiknya sebelum melakukan pendakian meminta izin untuk masuk kawasan. Setelahnya, kami meminta izin kepada bapak Kepala Dusun untuk mengajaknya mengabadikan gambar bersama dengannya, terlihat hasilnya seperti pada potret diatas.
Tepat pukul 07:30 kami memulai perjalanan, tujuan pertama ialah Dusun Wana yang terletak diatas pegunungan Gawalise, Dusun Wana yang masih nampak terlihat dari Dusun Salena. Kurang lebih ketinggian Dusun Wana dengan Puncak Paralayang hampir sama. Kedua Dusun tersebut bisa dilalui menggunakan kendaraan, namun Dusun Wana tidak bisa dilalui menggunakan kendaraan roda empat. Berhubung tujuan kami mendaki gunung, maka dari itu tidak menggunakan kendaraan apapun setelah dari rumah kepada dusun. Kami real berjalan kaki dengan ditemani matahari yang sedikit terik yang kadang terasa mencekik diri.
Perjalanan pertama setelah sekian lama tidak melakukan pendakian lagi, dan langsung disambut oleh jalur yang pendakiannya terasa dan terlihat nyata, belum lagi dengan packingan seperti diksar awal masuk di Mapala. Hmm.. sudah kebayang kan bagaimana rasanya, seperti ditampar berkali-kali tanpa diberi ampun. Tapi itulah olahraga mendaki, siksa yang bikin ketagihan. hehehe
Pukul 10:15 kami tiba di Dusun Wana, tepat di depan gereja satu-satunya yang ada di Dusun Wana kami menyandarkan carier juga meluruskan kaki setelah 3 jam perjalanan, sambil menyapa anak-anak dan orang-orang yang terlihat lainnya. Tak lama kemudian terlihat Bapak Kepala RT yang sedang mengendarai sepeda motornya menghampiri kami bertiga. Ia menyapa kami dengan ramah dan kemudian melontarkan beberapa pertanyaan setelah kami melakukan perizinan kembali kepadanya, selang beberapa menit melakukan komunikasi dengan Kepala RT, ia berpamitan yang katanya buru-buru ingin menjenguk sang anak yang sedang dirawat dirumah sakit. Ohiya.. di Dusun Wana adalah mayoritas pemeluk agama kristen, makanya disana hanya terlihat sebuah gereja, dan juga ada satu Sekolah Dasar, penduduk yang ada terlihat lumayan ramai, apalagi dengan anak kecil. Suasana Dusun Wana begitu menyegarkan, hampir seluruhnya terlihat hijau. Cahaya matahari yang sayup karena diselimuti awan-awan sekaligus angin sepoy-sepoy yang membuat hawa menjadi sejuk, menjadi kenikmatan saat berada di Dusun Wana. Seketika saja lelah selama perjalanan sebelumnya hilang dengan menikmati suasana sekitar.
Di Dusun Wana menjadi tempat pengambilan air pertama, karena di pos 1 tidak ada sumber air. Sebenarnya setiap teman-teman Mapala Santigi melakukan pendakian disini, Dusun Wana menjadi titik menginap pertama, berangkat hari kamis sore menuju Dusun Wana dan melakukan perjalanan kembali hari jumat pagi menuju pos 1. Namun kali ini berbeda dengan kami, kami justru memilih berangkat hari jumat pagi dan langsung bertujuan pos 1, karena ada sesuatu dan lain hal maka dari itu semuanya jadi molor, akibatnya perjalanan kami ditemani dengan matahari yang berpapasan langsung dengan tubuh. Kurang lebih satu jam kami berada di Dusun Wana, tepat pukul 11:00 kami kembali melakukan perjalanan. Jalur yang langsung terlihat begitu terjal, seperti meledek kemampuan kami dalam menjejakinya. Belum lagi sinar matahari yang tak tanggung-tanggung menyinari tepat berada diatas kepala kami, seakan membakar kepala dan isi-isinya. Masih sama dengan jalur yang sebelumnya, tidak ia beri izin pada kami tempat istirahat yang landai. Sepanjang perjalanan seemua isinya perkebunan warga sekaligus pondok tempat istirahat mereka. Rata-rata pondok mereka berdiri di atas kemingiringan, saking hampir sama sekali tidak ada lokasi landai. Terlihat, mereka menanam jagung, nanas, ubi, pepaya, kemiri dan lain-lainnya.
Tak kuasa menahan teriknya panas matahari, satu jam berjalan kami memutuskan untuk berhenti beristirahat tepat pukul 12:00. Kali ini kami beristirahat di pondok warga yang sangat nyaman untuk disinggahi, di pondok ini kami dikelilingi kebun buah nanas yang terlihat sangat segar-segar. Tanpa sadar kami benar-benar kelelahan karena kami telah ketiduran selama beberapa menit. Karena di Wana kami belum melakukan coffe break, untuk itu kami memustuskan untuk melakukan coffe break di pondok ini. Menyeduh kopi dan susu beserta biskuit, itu semua sudah akan mengganjal hingga sore nanti. Setelahnya kami memulai berberes dan akan melakukan perjalanan kembali menuju pos 1.
Jalur yang masih menantang dan sangat panjang, membuat sedikit nafas tercekik. Tapi disepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang mengagumkan. Tak apalah ini menjadi perjalanan asik asik yang menyebalkan, asalkan mendapat banyak hal-hal baru termasuk melewati jalur pendakian ini. Pukul 16:45 kami tiba di pos 1, tak butuh waktu lama untuk bersantai, kami bertiga segera melakukan beberapa aktifitas yang penting untuk dilakukan seperti memasak nasi, memasang tenda, dan mencari kayu bakar. Bagi kami hal itu harus dilakukan lebih awal karena hari yang sudah sore belum lagi cuaca didalam hutan yang susah ditebak dan perut yang sudah keroncongan. Setelah semuanya selesai kami mengganti pakaian dengan cara bergantian kemudian melanjutkan untuk memasak. Pukul 19:15 kami makan malam dengan menu masakan bakso goreng, tumis buncis dan wortel, tempe, dan segelas teh hangat. Kenikmatan yang benar-benar nikmat bagi kami bertiga. Usai makan masing-masing kami membersihkan alat masak dan makan menggunakan tisu yang diberi sedikit air. Waktunya bersantai ria diisi dengan bermacam-macam topik pembicaraan, tak lama kemudian kak Fahri mengakui dirinya merasa tidak enak badan, sedikit panik karena mengingat perjalanan yang masih terbilang sangat jauh. Tian segera membuatkannya air hangat dan memberinya obat kemudian Tian mengurut kak Fahri dengan olesan freshcare. Setelahnya kami siap-siap untuk berisitirahat agar tidak terlalu molor untuk memulai perjalanan kembali.
Sabtu pagi pukul 06:10 terdengar suara kak Fahri dan tian dari luar tenda, yang ternyata mereka sudah lebih dulu bangun dan sedang menyiapkan sarapan pagi. Sementara itu saya yang masih saja bermalas-malasan didalam tenda yang diselimuti hangatnya sleepingbad, begitu menikmati pagi dingin dan membungkus diri dibalik kehangatan. Tapi hal itu tidak ku biarkan berlangsung lama, karena akan mengakibatkan molornya waktu perjalanan. Alhamdulillah keadaan Kak Fahri pagi ini sudah merasa baikan, merasa legah hati ini karena tidak akan ada yang siksa lebih dari siksa dalam perjalanan ini. Bergegas saya keluar dari tenda dan menyiapkan peralatan. Pukul 07:45 kami sarapan pagi dengan tempe goreng, bakso goreng, wortel tumis, dan segelas teh panas. Lagi lagi sarapanku dibuat nikmat oleh patner pendakian kali ini.
Pukul 09:00 kami siap untuk melakukan perjalanan kembali menuju pos 2. Seperti biasa sebelum melakukan perjalanan kami berserah diri kepada yang Maha Kuasa meminta perlindungan serta kekuatan dalam menjalani pendakian ini. Setelahnya kami memulai perjalanan kembali dengan masih berat beban keril yang sama, meskipun air yang dipikul didalam jergen di tas carier Tian dan Kak Fahri sudah mulai berkurang. Disini kami sudah lebih memanagemenkan air dengan baik agar tidak melakukan survive air, kebayang kan bagaimana keringnya tenggorokkan pada saat melalui perjalanan panjang dan hanya boleh minum secukupnya, kadang hanya sekedar membasahi tenggorokkan saja. Itulah olahraga pendakian punya sensasi tersendiri, yang kadang membuat diri kesulitan tapi yang selalu membuat ketagihan.
Masih dengan jalur yang menantang bedanya dalam perjalanan menuju pos 2 kini sudah memasuki wilayah hutan tropis yang tak lagi kami melihat indah pemandangan Kota, yang ada hanyalah pohon-pohon besar dan daun-daun yang rindang. Dalam perjalanan sesekali kami berhenti berjalan sekedar mengatur nafas atau bahkan duduk meluruskan kaki, kadang sekaligus mengambil gambar juga video untuk menyimpan dokumentasi perjalanan. Di pegunungan Gawalise terdapat banyak view mengagumkan yang tak cukup bila tidak diabadikan kedalam gambar. Pukul 12:20 kami tiba di pos 2, tak cukup luas lokasi pos 2 bila menginap disini hanya akan muat untuk 1 atau dua tenda saja. Lokasi pos 2 biasa disebut dengan pintu angin, karena tepat berada pada punggungan jalur dengan posisi tempat terbuka, di lokasi ini terdapat jaringan ponsel sekaligus bisa menikmati pemandangan Kabupaten Donggala bila tidak tertutup kabut. Dan beruntungnya kami, sempat menikmati pemandangan tersebut. Kebayang kan bagaimana dinginnya bila menginap di lokasi yang posisinya terbuka dan sudah pasti anginnya kencang. Sebenarnya tak jauh dari lokasi pos 2 terdapat titik air yang merupakan sumber air yang digunakan oleh warga perotan pegunungan ini. Sebelumnya Anggota Mapala Santigi lainnya pernah mendapatkan titik air tersebut, via telefon mereka menjelaskan titik tersebut namun selama satu jam lebih kami melakukan pencarian, lokasi tak kunjung kami temukan. Akhirnya kami memutuskan untuk berhenti mencarinya lagi, sebab sudah lebih dari cukup waktu yang kami gunakan disini, sementara target kami akan menginap di pos 3 yang juga terdapat sumber air. Tapi sebelum melakukan perjalanan kembali, kami ingin mengisi stamina terlebih dahulu karena perut yang sudah mulai keroncongan, kali ini kami hanya menyantap indomie goreng dicampur sedikit bakso dan perbekalan nasi sedari pagi tadi. Pukul 14:00 kami siap melanjutkan perjalanan. Alhamdulillah stamina kembali terisi dan langkah harus disemangati lagi agar tidak sampai berjalan malam. Hari sudah mulai sore akhirnya waktu yang kami target tidak jauh lebih, kami tiba di pos 3 pukul 17:10, seperti biasa tidak ada yang bersantai ria terlebih dulu, bergegas kami bertiga mengambil tempat air lalu pergi ke titik air, kurang lebih 15 menit waktu yang dibutuhkan menuju titik air dengan trek jalur yang menurun. Tiba di titik air kami bertiga menjadi kegirangan sendiri dan merasa bersyukur, karena sebenarnya persediaan air kami sudah habis sejak kami memasak dan makan di jalur pos 2. Disini kami mengisi air sekaligus membersihkan badan dan tak lupa menggosok gigi, karena sudah sehari semalam tidak menggosok gigi mengingat air yang harus benar-benar digunakan untuk keperluan penting. Menjadi kenikmatan tersendiri ketika setelah menggosok gigi, hehehe. Kak Fahri bilang pada kami berdua, bahwa malam ini kami akan makan enak dibuatnya, asik.. air kan sudah ada jadi tidak ada rasa khawatir lagi untuk menggunakan air berlebihan, tapi yang jelas tidak dirugikan. Hari sudah mulai gelap, tenda dan kayu bakar belum tersiapkan. Kami segera bergegas kembali menuju pos.
Menyiapkan segala persiapan termasuk memasak sudah selesai kami lakukan, tinggal mengganti pakaian yang belum kami lakukan. Seperti biasa kami mengganti pakaian secara bergantian. Pukul 20:05 kami makan malam dengan menyantap sup bakso dan kacang merah, tempe goreng, telur goreng, perkedel goreng dan tentunya segelas teh panas. Tak butuh waktu lama kami santapan kami ludes termakan habis. Kali ini membersihkan piring dan alat masak dengan menggunakan air sedikit berlebihan tidak jadi masalah lagi, dipakai untuk menggosok gigipun tidak akan ada yang protes asal semua turun ikut ambil air hehehe. Selesai berberes kami tidak langsung bersiap-siap untuk tidur, seperti biasa malam kami diisi dengan bermacam-macam topik pembicaraan yang sesekali membuat kami tertawa bersama. Malam ini Alhamdulillah tidak ada yang mengaku atau merasa kurang enak badan, semua masih merasa fit, yang terasa hanya lelah seperti biasa karena melakukan perjalanan seharian.
Waktu sudah menunjukkan pukul 09:45 kantuk sudah mulai menyerang mataku, ditengah perbincangan saya pamit untuk tidur lebih dulu, Kak Fahri dan Tian masih asyik melanjutkan pembicaraan mereka dan entah berapa lama mereka duduk bersama diluar tenda. Tidak butuh waktu lama untuk membaringkan badan dibalik hangatnya sleepingbad, ingatan akan kehidupan sudah mulai redup bersamaan dengan mata yang sudah tertutup.
Tersadar akan suara angin yang bertiup kencang dengan sedikit menggoyang-goyangkan tenda kami, sempat berfikir kalau itu adalah badai yang menyerang pos 3, tapi ternyata angin di pos 3 terbiasa memang seperti iti. Melihat jam yang ada disamping kepalaku, tepat pukul 06:00 sepagi itu saya sudah terbangun dan tidak sedikit pun saya mengganggu asyiknya tidur Kak Fahri dan Tian. Tidak ada keberanian untuk keluar tenda karena sudah parno duluan akan kencangnya angin. Tapi waktu terus berjalan, saya jadi gelisah sendiri dengan mengingat waktu. Tepat pukul 07:05 akhirnya saya memberanikan diri untuk keluar tenda, diberanikan oleh cahaya matahari yag sedikit menyinari tanah-tanah lembab, karena sebelumnya langit masih terlihat gelap wajar saja kalau saya tidak punya keberanian untuk keluar tenda sendirian hehehehe. Dengan gerakan cepat saya menyiapkan keperluan sarapan pagi kami sekaligus membereskan barang-barang yang akan dipacking lebih dulu. Masih saya biarkan Kak Fahri dan Tian menikmati tidur mereka dengan dinginnya suasana pagi. Beberapa saat kemudian, mungkin mereka sudah menyadari dan mendengar hal-hal yang lakukan dari luar tenda. Terdengar suara res tenda terbuka dengan perlahan. saya melihat wajah Tian dengan mata yang bengkak mungkin karena tidur kemalaman dan bangun kepagian. Menyusul wajah Kak Fahri dari belakang Tian yang saya lihat, mereka berdua terlihat lucu pagi itu dengan mata yang bengkak. Tian tidak sanggup menahan dingin pagi itu, bergegas ia menyalakan kembali api sisa sisa semalam. Dengan nyaman ia menatap dan merasakan hangatnya tampias api unggun yang menempel ditubuhnya. Sementara Kak Fahri menyiapkan barang-barang yang akan di packingnya sambil menunggu sarapan pagi yang sementara saya siapkan.
Pukul 08-15 sarapan sudah siap dan kami menyantapnya ditemani angin yang masih saja berhembus kencang dan udara dingin yang menusuk kedalam tubuh. Sehabis sarapan pagi, kami membersihkan semua alat masak dan makan kemudian kami mengganti pakaian kembali dan mempacking perlengkapan dan barang-barang yang sudah dibagi rata. Pukul 09:10 kami siap melakukan perjalanan kembali, sebelumnya rutinitas berdoa selalu kami lakukan lalu siap untuk mulai berjalan. Perjalanan kali ini tidak begitu menantang lagi, jenis pendakian yang dilewati lebih banyak hiking dibanding screambling tanah yang kami pijak juga sudah merupakan tanah gambut. Yang menjadi tujuan kami ialah puncak, tapi sebelumnya kami masih harus melewati pos 4. Perasaan yang merasa lebih semangat karena target puncak akan kami hampiri hari ini. Dengan perasaan semangat, langkah kaki menjadi semangat pula apalagi dengan jalur yang sudah bisa diajak berkompromi tapi udaranya kini mulai terasa apalagi jika duduk berdiam diri lama-lama. Masih seperti hari-hari kemarin, di jalur masih terlihat banyak kotoran Anoa juga jerat-jerat hewan.
Kurang lebih satu jam berjalan akhirnya kami tiba di pos 4 pukul 11:15, lokasi yang tidak begitu luas. Disini ada percabangan jalur, jika ke kiri jalur menuju puncak dan jika ke kanan akan berjalan dibawah punggungan puncak dan akan tembus di Desa Balane. Jalur ini dibuka juga oleh beberapa anggota Mapala Santigi pada tahun 2019, jalur ini dibuka dengan tujuan sebagai jalur diksar anggota baru angkatan xxvi Mapala Santigi. Disini kami tidak berlama-lama hanya sekedar ambil dokumentasi, minum dan kemudian lanjut berjalan, berhubung jika berdiam diri lama-lama, dingin akan dengan cepat menguasi tubuh. Tak sabar menginjakkan kaki di Puncak Gawalise kembali, dengan penuh semangat langkah kaki kami bergerak. Lumut-lumut basah segar nan hijau menemani perjalanan kami. Hanya melewati beberapa tanjakan dengan tanah gambut akhirnya kami tiba di Puncak Gawalise dengan ketinggian 2023 mdpl pukul 12:20. Dengan rasa kepuasaan tersendiri kami mengucap syukur dan memeluk tringulasi yang kebetulan sudah rubuh akibat gempa bumi 28 september 2018 lalu. Kami juga melakukan push up di depan tringgulasi, kami melakukannya hanya sekedar mengekspresikan diri karena sudah dapat menggapai satu tujuan yang kami inginkan, dan kini yang menjadi tujuan utama ialah kembali ke rumah masih dalam keadaan sehat wal afiat. Cukup lama waktu yang kami gunakan berada di puncak, mengabadikan momen dalam gambar juga video kami lakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang bagus, kebetulan di pos 3 tadi kami sudah menyiapkan bekal nasi goreng bakso untuk kami santap di puncak, dan nasi goreng ini yang sudah tidak panas lagi kami santap dengan lahap ditemani segelas teh panas sambil menikmati suasana Puncak Gawalise. Menyadari waktu yang telah lama kami gunakan untuk bersantai di puncak, akhirnya kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan kembali. Karena mengingat perjalanan yang cukup jauh jika kami pulang melewati jalur Salena kembali, kami memustuskan untuk pulang melewati jalur umum gawalise yang sementara ini masih saja belum ada pendaki yang diizinkan untuk melewati jalur tersebut. Namun kami memberanikan diri untuk melewatinya. Dan kini yang menjadi tujuan utama perjalanan kami kembali yaitu Batu Gantung yang kurang lebih satu jam berjalan dari puncak.
Jalur yang masih menantang dan sangat panjang, membuat sedikit nafas tercekik. Tapi disepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang mengagumkan. Tak apalah ini menjadi perjalanan asik asik yang menyebalkan, asalkan mendapat banyak hal-hal baru termasuk melewati jalur pendakian ini. Pukul 16:45 kami tiba di pos 1, tak butuh waktu lama untuk bersantai, kami bertiga segera melakukan beberapa aktifitas yang penting untuk dilakukan seperti memasak nasi, memasang tenda, dan mencari kayu bakar. Bagi kami hal itu harus dilakukan lebih awal karena hari yang sudah sore belum lagi cuaca didalam hutan yang susah ditebak dan perut yang sudah keroncongan. Setelah semuanya selesai kami mengganti pakaian dengan cara bergantian kemudian melanjutkan untuk memasak. Pukul 19:15 kami makan malam dengan menu masakan bakso goreng, tumis buncis dan wortel, tempe, dan segelas teh hangat. Kenikmatan yang benar-benar nikmat bagi kami bertiga. Usai makan masing-masing kami membersihkan alat masak dan makan menggunakan tisu yang diberi sedikit air. Waktunya bersantai ria diisi dengan bermacam-macam topik pembicaraan, tak lama kemudian kak Fahri mengakui dirinya merasa tidak enak badan, sedikit panik karena mengingat perjalanan yang masih terbilang sangat jauh. Tian segera membuatkannya air hangat dan memberinya obat kemudian Tian mengurut kak Fahri dengan olesan freshcare. Setelahnya kami siap-siap untuk berisitirahat agar tidak terlalu molor untuk memulai perjalanan kembali.
Sabtu pagi pukul 06:10 terdengar suara kak Fahri dan tian dari luar tenda, yang ternyata mereka sudah lebih dulu bangun dan sedang menyiapkan sarapan pagi. Sementara itu saya yang masih saja bermalas-malasan didalam tenda yang diselimuti hangatnya sleepingbad, begitu menikmati pagi dingin dan membungkus diri dibalik kehangatan. Tapi hal itu tidak ku biarkan berlangsung lama, karena akan mengakibatkan molornya waktu perjalanan. Alhamdulillah keadaan Kak Fahri pagi ini sudah merasa baikan, merasa legah hati ini karena tidak akan ada yang siksa lebih dari siksa dalam perjalanan ini. Bergegas saya keluar dari tenda dan menyiapkan peralatan. Pukul 07:45 kami sarapan pagi dengan tempe goreng, bakso goreng, wortel tumis, dan segelas teh panas. Lagi lagi sarapanku dibuat nikmat oleh patner pendakian kali ini.
Pukul 09:00 kami siap untuk melakukan perjalanan kembali menuju pos 2. Seperti biasa sebelum melakukan perjalanan kami berserah diri kepada yang Maha Kuasa meminta perlindungan serta kekuatan dalam menjalani pendakian ini. Setelahnya kami memulai perjalanan kembali dengan masih berat beban keril yang sama, meskipun air yang dipikul didalam jergen di tas carier Tian dan Kak Fahri sudah mulai berkurang. Disini kami sudah lebih memanagemenkan air dengan baik agar tidak melakukan survive air, kebayang kan bagaimana keringnya tenggorokkan pada saat melalui perjalanan panjang dan hanya boleh minum secukupnya, kadang hanya sekedar membasahi tenggorokkan saja. Itulah olahraga pendakian punya sensasi tersendiri, yang kadang membuat diri kesulitan tapi yang selalu membuat ketagihan.
Masih dengan jalur yang menantang bedanya dalam perjalanan menuju pos 2 kini sudah memasuki wilayah hutan tropis yang tak lagi kami melihat indah pemandangan Kota, yang ada hanyalah pohon-pohon besar dan daun-daun yang rindang. Dalam perjalanan sesekali kami berhenti berjalan sekedar mengatur nafas atau bahkan duduk meluruskan kaki, kadang sekaligus mengambil gambar juga video untuk menyimpan dokumentasi perjalanan. Di pegunungan Gawalise terdapat banyak view mengagumkan yang tak cukup bila tidak diabadikan kedalam gambar. Pukul 12:20 kami tiba di pos 2, tak cukup luas lokasi pos 2 bila menginap disini hanya akan muat untuk 1 atau dua tenda saja. Lokasi pos 2 biasa disebut dengan pintu angin, karena tepat berada pada punggungan jalur dengan posisi tempat terbuka, di lokasi ini terdapat jaringan ponsel sekaligus bisa menikmati pemandangan Kabupaten Donggala bila tidak tertutup kabut. Dan beruntungnya kami, sempat menikmati pemandangan tersebut. Kebayang kan bagaimana dinginnya bila menginap di lokasi yang posisinya terbuka dan sudah pasti anginnya kencang. Sebenarnya tak jauh dari lokasi pos 2 terdapat titik air yang merupakan sumber air yang digunakan oleh warga perotan pegunungan ini. Sebelumnya Anggota Mapala Santigi lainnya pernah mendapatkan titik air tersebut, via telefon mereka menjelaskan titik tersebut namun selama satu jam lebih kami melakukan pencarian, lokasi tak kunjung kami temukan. Akhirnya kami memutuskan untuk berhenti mencarinya lagi, sebab sudah lebih dari cukup waktu yang kami gunakan disini, sementara target kami akan menginap di pos 3 yang juga terdapat sumber air. Tapi sebelum melakukan perjalanan kembali, kami ingin mengisi stamina terlebih dahulu karena perut yang sudah mulai keroncongan, kali ini kami hanya menyantap indomie goreng dicampur sedikit bakso dan perbekalan nasi sedari pagi tadi. Pukul 14:00 kami siap melanjutkan perjalanan. Alhamdulillah stamina kembali terisi dan langkah harus disemangati lagi agar tidak sampai berjalan malam. Hari sudah mulai sore akhirnya waktu yang kami target tidak jauh lebih, kami tiba di pos 3 pukul 17:10, seperti biasa tidak ada yang bersantai ria terlebih dulu, bergegas kami bertiga mengambil tempat air lalu pergi ke titik air, kurang lebih 15 menit waktu yang dibutuhkan menuju titik air dengan trek jalur yang menurun. Tiba di titik air kami bertiga menjadi kegirangan sendiri dan merasa bersyukur, karena sebenarnya persediaan air kami sudah habis sejak kami memasak dan makan di jalur pos 2. Disini kami mengisi air sekaligus membersihkan badan dan tak lupa menggosok gigi, karena sudah sehari semalam tidak menggosok gigi mengingat air yang harus benar-benar digunakan untuk keperluan penting. Menjadi kenikmatan tersendiri ketika setelah menggosok gigi, hehehe. Kak Fahri bilang pada kami berdua, bahwa malam ini kami akan makan enak dibuatnya, asik.. air kan sudah ada jadi tidak ada rasa khawatir lagi untuk menggunakan air berlebihan, tapi yang jelas tidak dirugikan. Hari sudah mulai gelap, tenda dan kayu bakar belum tersiapkan. Kami segera bergegas kembali menuju pos.
Menyiapkan segala persiapan termasuk memasak sudah selesai kami lakukan, tinggal mengganti pakaian yang belum kami lakukan. Seperti biasa kami mengganti pakaian secara bergantian. Pukul 20:05 kami makan malam dengan menyantap sup bakso dan kacang merah, tempe goreng, telur goreng, perkedel goreng dan tentunya segelas teh panas. Tak butuh waktu lama kami santapan kami ludes termakan habis. Kali ini membersihkan piring dan alat masak dengan menggunakan air sedikit berlebihan tidak jadi masalah lagi, dipakai untuk menggosok gigipun tidak akan ada yang protes asal semua turun ikut ambil air hehehe. Selesai berberes kami tidak langsung bersiap-siap untuk tidur, seperti biasa malam kami diisi dengan bermacam-macam topik pembicaraan yang sesekali membuat kami tertawa bersama. Malam ini Alhamdulillah tidak ada yang mengaku atau merasa kurang enak badan, semua masih merasa fit, yang terasa hanya lelah seperti biasa karena melakukan perjalanan seharian.
Waktu sudah menunjukkan pukul 09:45 kantuk sudah mulai menyerang mataku, ditengah perbincangan saya pamit untuk tidur lebih dulu, Kak Fahri dan Tian masih asyik melanjutkan pembicaraan mereka dan entah berapa lama mereka duduk bersama diluar tenda. Tidak butuh waktu lama untuk membaringkan badan dibalik hangatnya sleepingbad, ingatan akan kehidupan sudah mulai redup bersamaan dengan mata yang sudah tertutup.
Tersadar akan suara angin yang bertiup kencang dengan sedikit menggoyang-goyangkan tenda kami, sempat berfikir kalau itu adalah badai yang menyerang pos 3, tapi ternyata angin di pos 3 terbiasa memang seperti iti. Melihat jam yang ada disamping kepalaku, tepat pukul 06:00 sepagi itu saya sudah terbangun dan tidak sedikit pun saya mengganggu asyiknya tidur Kak Fahri dan Tian. Tidak ada keberanian untuk keluar tenda karena sudah parno duluan akan kencangnya angin. Tapi waktu terus berjalan, saya jadi gelisah sendiri dengan mengingat waktu. Tepat pukul 07:05 akhirnya saya memberanikan diri untuk keluar tenda, diberanikan oleh cahaya matahari yag sedikit menyinari tanah-tanah lembab, karena sebelumnya langit masih terlihat gelap wajar saja kalau saya tidak punya keberanian untuk keluar tenda sendirian hehehehe. Dengan gerakan cepat saya menyiapkan keperluan sarapan pagi kami sekaligus membereskan barang-barang yang akan dipacking lebih dulu. Masih saya biarkan Kak Fahri dan Tian menikmati tidur mereka dengan dinginnya suasana pagi. Beberapa saat kemudian, mungkin mereka sudah menyadari dan mendengar hal-hal yang lakukan dari luar tenda. Terdengar suara res tenda terbuka dengan perlahan. saya melihat wajah Tian dengan mata yang bengkak mungkin karena tidur kemalaman dan bangun kepagian. Menyusul wajah Kak Fahri dari belakang Tian yang saya lihat, mereka berdua terlihat lucu pagi itu dengan mata yang bengkak. Tian tidak sanggup menahan dingin pagi itu, bergegas ia menyalakan kembali api sisa sisa semalam. Dengan nyaman ia menatap dan merasakan hangatnya tampias api unggun yang menempel ditubuhnya. Sementara Kak Fahri menyiapkan barang-barang yang akan di packingnya sambil menunggu sarapan pagi yang sementara saya siapkan.
Pukul 08-15 sarapan sudah siap dan kami menyantapnya ditemani angin yang masih saja berhembus kencang dan udara dingin yang menusuk kedalam tubuh. Sehabis sarapan pagi, kami membersihkan semua alat masak dan makan kemudian kami mengganti pakaian kembali dan mempacking perlengkapan dan barang-barang yang sudah dibagi rata. Pukul 09:10 kami siap melakukan perjalanan kembali, sebelumnya rutinitas berdoa selalu kami lakukan lalu siap untuk mulai berjalan. Perjalanan kali ini tidak begitu menantang lagi, jenis pendakian yang dilewati lebih banyak hiking dibanding screambling tanah yang kami pijak juga sudah merupakan tanah gambut. Yang menjadi tujuan kami ialah puncak, tapi sebelumnya kami masih harus melewati pos 4. Perasaan yang merasa lebih semangat karena target puncak akan kami hampiri hari ini. Dengan perasaan semangat, langkah kaki menjadi semangat pula apalagi dengan jalur yang sudah bisa diajak berkompromi tapi udaranya kini mulai terasa apalagi jika duduk berdiam diri lama-lama. Masih seperti hari-hari kemarin, di jalur masih terlihat banyak kotoran Anoa juga jerat-jerat hewan.
Kurang lebih satu jam berjalan akhirnya kami tiba di pos 4 pukul 11:15, lokasi yang tidak begitu luas. Disini ada percabangan jalur, jika ke kiri jalur menuju puncak dan jika ke kanan akan berjalan dibawah punggungan puncak dan akan tembus di Desa Balane. Jalur ini dibuka juga oleh beberapa anggota Mapala Santigi pada tahun 2019, jalur ini dibuka dengan tujuan sebagai jalur diksar anggota baru angkatan xxvi Mapala Santigi. Disini kami tidak berlama-lama hanya sekedar ambil dokumentasi, minum dan kemudian lanjut berjalan, berhubung jika berdiam diri lama-lama, dingin akan dengan cepat menguasi tubuh. Tak sabar menginjakkan kaki di Puncak Gawalise kembali, dengan penuh semangat langkah kaki kami bergerak. Lumut-lumut basah segar nan hijau menemani perjalanan kami. Hanya melewati beberapa tanjakan dengan tanah gambut akhirnya kami tiba di Puncak Gawalise dengan ketinggian 2023 mdpl pukul 12:20. Dengan rasa kepuasaan tersendiri kami mengucap syukur dan memeluk tringulasi yang kebetulan sudah rubuh akibat gempa bumi 28 september 2018 lalu. Kami juga melakukan push up di depan tringgulasi, kami melakukannya hanya sekedar mengekspresikan diri karena sudah dapat menggapai satu tujuan yang kami inginkan, dan kini yang menjadi tujuan utama ialah kembali ke rumah masih dalam keadaan sehat wal afiat. Cukup lama waktu yang kami gunakan berada di puncak, mengabadikan momen dalam gambar juga video kami lakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang bagus, kebetulan di pos 3 tadi kami sudah menyiapkan bekal nasi goreng bakso untuk kami santap di puncak, dan nasi goreng ini yang sudah tidak panas lagi kami santap dengan lahap ditemani segelas teh panas sambil menikmati suasana Puncak Gawalise. Menyadari waktu yang telah lama kami gunakan untuk bersantai di puncak, akhirnya kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan kembali. Karena mengingat perjalanan yang cukup jauh jika kami pulang melewati jalur Salena kembali, kami memustuskan untuk pulang melewati jalur umum gawalise yang sementara ini masih saja belum ada pendaki yang diizinkan untuk melewati jalur tersebut. Namun kami memberanikan diri untuk melewatinya. Dan kini yang menjadi tujuan utama perjalanan kami kembali yaitu Batu Gantung yang kurang lebih satu jam berjalan dari puncak.